Transisi energi global semakin mendesak, didorong oleh kebutuhan mendalam untuk mengurangi emisi karbon dan mewujudkan keberlanjutan. Pergeseran ini tidak hanya mencakup peralihan sumber energi, tetapi juga menuntut adaptasi signifikan pada infrastruktur, regulasi, dan pasar energi. Dalam konteks global ini, Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam dan posisi geopolitik strategis, memiliki peran krusial serta visi ambisius: mencapai 23% porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025, dan meningkat menjadi 31% pada 2050.
Tantangan, Potensi, dan Dukungan Kebijakan
Meskipun Indonesia memiliki komitmen kuat terhadap energi terbarukan, perjalanan menuju target tersebut diwarnai tantangan kompleks. Salah satunya adalah dominasi batu bara, yang saat ini menyumbang sekitar 60% dari total pasokan energi primer Indonesia. Transisi dari ketergantungan masif ini memerlukan investasi besar dalam teknologi energi terbarukan, pengembangan jaringan transmisi yang adaptif, serta restrukturisasi pasar energi secara komprehensif.
Di samping itu, isu pendanaan juga menjadi kendala signifikan. Proyek-proyek energi terbarukan seringkali dianggap memiliki risiko investasi yang lebih tinggi dibandingkan proyek konvensional, sehingga menarik modal menjadi tantangan tersendiri bagi pengembang dan pemerintah.
Di balik tantangan tersebut, Indonesia menyimpan potensi energi terbarukan yang sangat besar dan beragam. Sumber daya panas bumi mencapai 28 GW, tenaga air 75 GW, surya 200 GW, dan biomassa 32 GW. Potensi melimpah ini merupakan modal berharga yang tidak hanya mendukung pencapaian target energi bersih nasional, tetapi juga berpeluang besar untuk mendorong keberlanjutan lingkungan, menciptakan ribuan lapangan kerja baru, dan memacu pertumbuhan ekonomi hijau yang inklusif.
Pemerintah telah merespons tantangan ini dengan memperkenalkan berbagai kebijakan yang proaktif untuk mendukung percepatan transisi energi. Salah satunya adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini menyediakan kerangka hukum yang lebih jelas, termasuk skema harga pembelian listrik dari energi terbarukan yang lebih menarik, sehingga mampu meningkatkan minat investor. Selain itu, insentif fiskal seperti pembebasan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk peralatan energi terbarukan juga telah diterapkan untuk mengurangi beban investasi awal.
Studi International Renewable Energy Agency (IRENA) mengindikasikan bahwa dengan penerapan kebijakan yang tepat dan konsisten, Indonesia berpotensi mengurangi emisi karbon dari sektor energi hingga 70% pada tahun 2050. Angka ini mencerminkan potensi transformasi signifikan yang dapat dicapai melalui kombinasi regulasi yang kuat dan investasi yang terarah.
Keterlibatan Multistakeholder dan Manfaat Jangka Panjang
Keterlibatan sektor swasta sangat krusial dalam mengakselerasi transisi energi. Perusahaan swasta dapat menyalurkan investasi substansial, keahlian teknis mutakhir, serta inovasi yang diperlukan untuk skala besar. Contoh nyata termasuk pengembangan panel surya terapung di waduk besar atau proyek biomassa yang memanfaatkan limbah pertanian secara efektif. Kolaborasi erat antara pemerintah dan swasta, melalui skema kemitraan publik-swasta (KPS) yang terstruktur, merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan proyek-proyek energi terbarukan.
Inovasi teknologi juga memegang peranan vital dalam mendorong efisiensi dan adopsi energi bersih. Pengembangan sistem penyimpanan energi (baterai) yang efisien dan terjangkau, teknologi smart grid untuk mengintegrasikan beragam sumber energi secara optimal, serta solusi digital canggih untuk manajemen energi, akan mempercepat adopsi energi terbarukan secara signifikan. Indonesia perlu proaktif mendorong riset dan pengembangan di bidang ini, sembari mengadopsi teknologi mutakhir yang telah teruji.
Lebih dari sekadar isu lingkungan, transisi energi turut membawa dampak ekonomi dan sosial yang signifikan dan multidimensional. Secara ekonomi, pengembangan energi terbarukan berpotensi menciptakan “ekonomi hijau” yang berkelanjutan. Diperkirakan, setiap 1 MW kapasitas energi terbarukan dapat menghasilkan sekitar 10-15 lapangan kerja baru. Angka ini membuka potensi puluhan hingga ratusan ribu lapangan kerja di seluruh rantai nilai energi terbarukan, mulai dari manufaktur, instalasi, operasional, hingga pemeliharaan.
Dari sisi sosial, transisi ini dapat meningkatkan akses energi di daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan listrik nasional, mengurangi kesenjangan energi. Pembangkit listrik tenaga surya skala kecil atau mikrohidro dapat menyediakan listrik yang andal, terjangkau, dan bersih, sehingga secara langsung meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta mendorong kegiatan ekonomi lokal. Penting pula untuk memperhatikan aspek keadilan transisi, memastikan pekerja di sektor bahan bakar fosil mendapatkan pelatihan ulang, pengembangan keterampilan baru, dan peluang kerja yang relevan agar tidak ada yang tertinggal dalam pergeseran ini.
Transisi energi adalah sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen multi-stakeholder. Pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan akademisi harus bekerja sama untuk mencapai visi energi bersih yang berkelanjutan bagi Indonesia.
- Indonesia memiliki target ambisius untuk bauran energi terbarukan: 23% pada 2025 dan 31% pada 2050, sebagai bagian dari komitmen global mengurangi emisi karbon.
- Tantangan utama meliputi dominasi batu bara dan kebutuhan investasi besar, namun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan melimpah seperti panas bumi (28 GW), tenaga air (75 GW), surya (200 GW), dan biomassa (32 GW).
- Pemerintah mendukung transisi melalui regulasi seperti Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dan insentif fiskal, yang dapat mengurangi emisi karbon hingga 70% pada 2050.
- Keterlibatan sektor swasta, inovasi teknologi (sistem penyimpanan energi, smart grid), serta riset dan pengembangan menjadi kunci percepatan adopsi energi terbarukan.
- Transisi energi membawa dampak ekonomi positif dengan penciptaan “ekonomi hijau” dan lapangan kerja baru, serta meningkatkan akses energi di daerah terpencil.
- Keberhasilan transisi energi di Indonesia sangat bergantung pada kolaborasi multi-stakeholder yang kuat untuk mewujudkan masa depan energi yang bersih dan berkelanjutan.