Indonesia terus berupaya mentransformasi sektor energinya, beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan. Dalam konteks ini, studi terbaru dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti hidrogen hijau sebagai solusi strategis untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Artikel ini akan mengulas potensi, tantangan, serta implikasi kebijakan pengembangan hidrogen hijau di Indonesia.
Potensi Hidrogen Hijau sebagai Penyangga Transisi Energi
Hidrogen hijau adalah jenis hidrogen yang dihasilkan melalui elektrolisis air, dengan menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, sehingga tidak menghasilkan emisi karbon. Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi hidrogen hijau karena melimpahnya sumber energi terbarukan. Studi IESR memproyeksikan bahwa Indonesia mampu memproduksi hingga 46 juta ton hidrogen hijau per tahun pada 2050. Angka ini jauh melampaui estimasi kebutuhan domestik yang hanya sekitar 10 juta ton per tahun. Potensi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berpeluang menjadi eksportir hidrogen hijau global.
Pemanfaatan hidrogen hijau sangat luas dan tidak terbatas pada satu sektor. Energi ini dapat menjadi bahan bakar di sektor transportasi, khususnya untuk kendaraan berat dan kapal. Selain itu, hidrogen hijau berperan sebagai bahan baku penting dalam industri, misalnya untuk produksi amonia, baja, dan metanol. Hidrogen hijau juga efektif sebagai media penyimpanan energi untuk menstabilkan jaringan listrik. Fleksibilitas ini menjadikannya komponen vital dalam upaya dekarbonisasi sektor-sektor yang sulit dijangkau oleh elektrifikasi langsung.
Tantangan dan Hambatan Pengembangan Hidrogen Hijau
Meskipun potensi hidrogen hijau di Indonesia sangat besar, pengembangannya menghadapi beberapa tantangan. Salah satu hambatan utama adalah biaya produksi yang masih relatif tinggi. Biaya ini lebih mahal dibandingkan dengan hidrogen abu-abu (diproduksi dari gas alam) atau hidrogen biru (yang juga berasal dari gas alam, namun dengan penangkapan karbon). Agar kompetitif, biaya produksi hidrogen hijau harus ditekan secara signifikan. IESR memperkirakan bahwa hidrogen hijau dapat mencapai paritas harga dengan hidrogen abu-abu pada 2030, asalkan didukung oleh kebijakan yang kuat dan skala produksi yang memadai.
Infrastruktur juga menjadi kendala signifikan. Diperlukan investasi besar untuk membangun fasilitas produksi elektrolisis, sistem pipa transmisi, fasilitas penyimpanan, dan stasiun pengisian. Selain itu, regulasi dan standar mengenai produksi, transportasi, serta penyimpanan hidrogen belum sepenuhnya matang. Prasyarat lain adalah ketersediaan energi terbarukan yang stabil dan terjangkau dalam skala besar. Mengintegrasikan kapasitas energi terbarukan yang masif untuk kebutuhan elektrolisis menuntut perencanaan yang cermat dan investasi jaringan yang substansial.
Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Akselerasi
Untuk mengakselerasi pengembangan hidrogen hijau, pemerintah perlu menetapkan kerangka kebijakan yang jelas dan komprehensif. IESR merekomendasikan beberapa langkah kunci, antara lain:
- Pengembangan Strategi Nasional Hidrogen: Pembentukan peta jalan yang jelas, mencakup target produksi, sasaran penggunaan, dan mekanisme insentif.
- Insentif Finansial: Pemberian insentif fiskal, subsidi, atau dukungan pendanaan proyek guna mengurangi risiko investasi awal.
- Regulasi dan Standardisasi: Pengembangan regulasi pendukung, standar keamanan, serta sertifikasi untuk memastikan produksi dan penggunaan hidrogen yang aman dan efisien.
- Investasi Infrastruktur: Mendorong investasi pada infrastruktur produksi, penyimpanan, dan distribusi.
- R&D dan Peningkatan Kapasitas: Mendukung penelitian dan pengembangan teknologi hidrogen, sekaligus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Beberapa inisiatif pengembangan hidrogen hijau telah dimulai. Pertamina dan PLN, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, telah meluncurkan proyek percontohan. Pertamina berencana memproduksi hidrogen hijau dari panas bumi dan sumber energi terbarukan lainnya, sementara PLN menjajaki produksi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) lainnya. Kerja sama internasional juga krusial untuk transfer teknologi dan pendanaan. Negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan menunjukkan minat kuat terhadap potensi hidrogen hijau Indonesia, mengingat kebutuhan mereka akan energi bersih untuk sektor industri.
“Hidrogen hijau bukan sekadar alternatif energi, melainkan fondasi baru bagi ekonomi hijau Indonesia. Dengan kebijakan yang tepat, potensi ini dapat mengubah tantangan menjadi peluang besar.” — Fabby Tumiwa, Direktur IESR.
Secara keseluruhan, hidrogen hijau memegang peran vital dalam upaya Indonesia mencapai target NZE. Keberhasilan pengembangannya sangat bergantung pada komitmen pemerintah, investasi yang memadai, inovasi teknologi, dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan. Selain itu, potensi ekspor yang besar dapat memberikan dorongan ekonomi signifikan, sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di pasar energi bersih global.
Mengingat tantangan dan peluang yang ada, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama di pasar hidrogen hijau global. Melalui langkah-langkah strategis dan dukungan komprehensif, hidrogen hijau dapat menjadi pilar penting dalam transisi energi dan pengembangan ekonomi hijau di Indonesia.
- Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi hidrogen hijau, mencapai 46 juta ton per tahun pada 2050, melebihi kebutuhan domestik, menjadikannya calon eksportir global.
- Hidrogen hijau fleksibel digunakan di berbagai sektor: sebagai bahan bakar transportasi, bahan baku industri, serta solusi penyimpanan energi untuk stabilisasi jaringan listrik.
- Tantangan utama meliputi biaya produksi yang tinggi, kebutuhan investasi infrastruktur masif, regulasi yang belum matang, dan jaminan pasokan energi terbarukan yang stabil.
- IESR merekomendasikan strategi nasional hidrogen, insentif finansial, regulasi, investasi infrastruktur, serta dukungan R&D untuk mempercepat pengembangannya.
- Inisiatif domestik dari Pertamina dan PLN, serta kerja sama internasional, telah menunjukkan komitmen terhadap pengembangan hidrogen hijau di Indonesia.
- Pengembangan hidrogen hijau sangat krusial untuk pencapaian target Net Zero Emission (NZE) Indonesia dan berpotensi memberikan dorongan ekonomi signifikan.