
Eh, guys, pernah nggak sih kaliagalamin situasi di mana bertetangga itu nggak selalu adem ayem? Kadang ada aja drama rebutan jemuran, atau miskomunikasi soal parkiran. Nah, bayangin aja kalau “rebutan” itu skalanya jadi negara, dan yang diperebutkan adalah sepetak tanah yang ada candi kuno super indah di atasnya. Kedengaraya kayak sinetron, ya? Tapi inilah yang terjadi antara Kamboja dan Thailand, sebuah kisah konflik yang kadang bikin kening berkerut.
Mungkin banyak dari kita cuma tahu Thailand itu negara gajah, kuil emas, dan street food yang bikiagih. Kamboja? Angkor Wat yang megah dan sejarah kelam Khmer Merah. Tapi di balik semua pesona itu, ada satu “luka lama” yang bolak-balik nyeri, yaitu sengketa perbatasan yang kerap memicu tembakan di area sekitar Candi Preah Vihear. Jadi, sebenarnya kenapa sih dua negara tetangga ini sampai sekarang masih ‘panas dingin’?
Candi Preah Vihear: Bukan Sekadar Batu Tua, Tapi Simbol Harga Diri
Fokus utama dari konflik ini memang ada di sebuah situs warisan dunia UNESCO, namanya Candi Preah Vihear. Ini bukan candi biasa. Bangunaya megah, usianya udah ribuan tahun, dan lokasinya itu lho, di puncak tebing yang ngasih pemandangan epic. Nah, masalahnya, candi ini letaknya persis di perbatasan, dan kedua negara ini, Kamboja dan Thailand, sama-sama merasa punya hak atas area di sekitarnya.
Kamboja mengklaim bahwa Candi Preah Vihear itu jelas milik mereka, dan ini udah dikuatkan sama putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tahun 1962. ICJ bilang candi itu memang sah punya Kamboja. Tapi, Thailand nggak sepenuhnya setuju. Mereka bilang, “Oke, candinya mungkin milik Kamboja, tapi tanah di sekelilingnya, di lereng bukit menuju candi, itu wilayah kami!” Nah, di situlah bibit-bibit konflik tumbuh subur.
Bagaimana “Perang” Ini Berkobar?
Meskipun kita pakai istilah “perang Kamboja Thailand”, ini lebih sering mengacu pada serangkaian bentrokan bersenjata di perbatasan, bukan perang skala penuh dengan invasi dan lain-lain. Pemicunya biasanya karena salah satu pihak merasa terprovokasi, misalnya ada patroli militer yang dianggap melanggar batas, atau klaim kepemilikan baru atas area sengketa.
Beberapa kali bentrokan paling parah terjadi, terutama di tahun 2008, 2009, dan 2011. Jangan salah, ini bukan cuma insiden kecil. Pasukan dari kedua belah pihak saling menembak, bahkan pakai artileri, yang mengakibatkan korban jiwa dari kedua belah pihak dan pengungsian warga sipil. Bayangin, lagi asyik bertani, tiba-tiba denger suara tembakan artileri dari arah perbatasan. Pasti panik banget, kan?
Mengapa Sulit Diselesaikan?
Seperti konflik-konflik lain di dunia, ada beberapa lapisan yang bikin sengketa Kamboja-Thailand ini jadi benang kusut:
- Sentimeasionalisme: Candi Preah Vihear bukan cuma situs kuno, tapi simbol sejarah dan harga diri bangsa bagi kedua negara. Melepas klaim berarti mengikis kebanggaaasional.
- Politik Dalam Negeri: Konflik perbatasan seringkali jadi “bola panas” yang dimanfaatkan politisi untuk mendulang dukungan di dalam negeri. Jadi, menyuarakan klaim yang kuat bisa jadi cara untuk menunjukkan “ketegasan” dan “membela negara”.
- Batasan yang Belum Jelas: Meskipun ada putusan ICJ, garis batas di area sekitar candi itu memang masih abu-abu dan belum sepenuhnya disepakati. Ini yang bikin interpretasi masing-masing pihak jadi beda.
Dampak dan Jalan Ke Depan
Tentu saja, konflik ini punya dampak yang lumayan serius. Selain korban jiwa, hubungan diplomatik kedua negara jadi tegang, sektor pariwisata di sekitar area candi juga sering terganggu, dan yang paling penting, warga di perbatasan hidup dalam kecemasan. Nggak enak banget, kan, hidup selalu di bawah bayang-bayang konflik?
Meski begitu, kedua negara juga menyadari pentingnya stabilitas. Berbagai upaya diplomasi, mediasi oleh ASEAN, hingga intervensi PBB sudah dilakukan untuk meredakan ketegangan. Situasi saat ini memang relatif lebih tenang, tapi bukan berarti masalahnya sudah selesai total. Ibarat luka, ini mungkin hanya sedang “tidak berdarah”, tapi bekas lukanya masih ada dan bisa ngilu lagi kapan saja.
Jadi, inti masalahnya adalah bagaimana kedua negara bisa menemukan titik temu yang adil dan saling menguntungkan, atau setidaknya, menemukan cara untuk “hidup berdampingan” di area yang sensitif ini. Semoga saja, ke depaya, Preah Vihear bisa jadi simbol keindahan sejarah yang menyatukan, bukan lagi pemisah.